PELITAKOTA.ID: Surabaya, 8 Desember 2025 - Tanpa rasa hormat, tanpa langkah nyata, tanpa secercah tanggapan. PPID Kota Probolinggo tidak cuma mengabaikan putusan Komisi Informasi (KI) Jawa Timur yang telah warga Kelurahan Pilang menangkan - mereka menandai putusan itu sebagai sesuatu yang tidak berharga. Kesabaran habis membuat warga melompat ke Ombudsman Jatim dengan seruan yang menggigit jiwa: "Cukup menutup mata, tegakkan hukum - demokrasi tidak bisa dijinakkan!"
Ini bukan permintaan sembarangan. Warga Kecamatan Kademangan tidak mau "mengecoh" - mereka mau berpartisipasi dalam demokrasi dengan mengetahui nasib dua dokumen krusial: Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Pokmas RW 2 Festival Gir Sereng Pantai Permata Pilang (8 September 2024) dan SPJ Pramusrenbang (31 Januari 2025). Dokumen yang menceritakan bagaimana uang mereka - uang APBD dan kontribusi - dipakai untuk kepentingan publik. Tapi PPID menolak langsung - memaksa warga berjuang ke KI seperti berjuang melawan tembok tanpa alat.
"Kami telah menunggu cukup lama, mengirim surat berkali-kali, datang ke kantor - tapi PPID cuma diam atau memberi alasan omong kosong," ujar Irfan, yang jadi simbol perjuangan warga. "Kami butuh tahu: apakah uang kita dipakai untuk membuat masyarakat lebih baik, atau untuk mengisi saku orang tertentu? PPID ngotot menutup pintu seolah demokrasi cuma kata-kata. Karena itu, kami laporkan ke Ombudsman - agar ada yang membuat mereka ingat: warga adalah pelaku demokrasi, bukan penonton yang diam!"
Meskipun tanpa narasumber eksternal dalam data asli, fakta hukum Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang KIP adalah benang merah yang tak bisa dipotong. Putusan KI bersifat final, mengikat, dan tidak dapat dilawan oleh siapapun - termasuk PPID yang berpura-pura buta akan kewajiban hukumnya. Sebagai badan publik, PPID harus mematuhi - tidak ada "pengecualian", tidak ada "waktu tunggu tambahan".
Ketidakpatuhannya bukan hanya kesalahan kecil. Ini adalah pelanggaran tegas terhadap hak dasar masyarakat atas informasi - hak yang dibuat untuk menjadikan hukum sebagai pedoman, bukan mainan. Jika PPID bisa berani melanggar ini, maka KIP hanyalah naskah lama yang tergeletak di lemari - tidak ada kekuatan, tidak ada arti untuk kehidupan sehari-hari warga.
Laporan ke Ombudsman bukan langkah terakhir - ini adalah upaya menyelamatkan harapan masyarakat terhadap sistem. Tujuannya jelas: paksa PPID memberikan dokumen SEGERA, dan pastikan pelanggaran ini tidak terulang. Karena implikasinya lebih luas dari Probolinggo - ini tentang apakah sistem bisa membuat keadilan bagi yang lemah, atau hanya bagi yang berkuasa.
Jika PPID Kota Probolinggo bisa berani mengabaikan putusan lembaga negara yang berwenang, apa jaminan bahwa PPID di daerah lain tidak akan melakukan hal yang sama? Ini bukan hanya tentang dua lembar SPJ - ini tentang apakah sistem hukum bisa dipercaya, atau hanya menjadi alat untuk menekan warga yang berani berbicara.
Hingga berita ini ditulis, Ombudsman Jatim telah menerima laporan dan akan melakukan pemeriksaan. Tapi pertanyaan yang menggigit lebih dalam dari sebelumnya tak bisa dihilangkan: Mengapa PPID berani mengabaikan putusan KI? Apakah mereka merasa berada di atas hukum? Dan kapan warga akan benar-benar mendapatkan hak mereka untuk melihat bagaimana dana publik yang mereka bayarkan dengan susah payah benar-benar digunakan untuk kepentingan mereka?
[Red/"]
You are reading the newest post
Next Post »
